Selesai berciuman Tante Yok bergerak menggerayangi badanku dan mulai menggerayangi pakaianku. Dengan penuh pengalaman ia membuka kaos tidurku, dan menjerit senang melihat tubuh telanjangku. Lalu dengan lincah pula Tanteku yang montok dan sintal ini membuka celana pendek tidurku, tapi ia tidak membuka celana dalamku. Kini aku seperti Tarzan di hadapannya, hanya dengan sebuah cawat di hadapan wanita matang. Aku merasa risih karena baru sekali itu ada seorang wanita (Tante Yok lagi!) melihatku hampir telanjang bulat. Tapi sungguh Tante Yok memang pintar, ia langsung memunggungiku dan dengan mendesah ia berkata, "Bukain baju Tante dong Barry..." Dengan sedikit gemetar aku membuka daster tidurnya, dan meluncurlah daster tidur itu menuruni tubuhnya yang putih itu. Darahku serasa naik ke kepala. Inilah pemandangan yang kulihat tadi sore, tapi tadi sore jauh, sekarang amat dekat dan rasanya tubuh Tante Yok itu sekarang begitu mantap, montok, padat, pahanya kencang dan putih mulus, perutnya memang agak buncit sehingga pinggulnya agak besar seperti layaknya wanita yang hampir separuh baya tapi buatku itulah yang asyik dan menggairahkan karena pinggul itu sudah berpengalaman.
Tiba-tiba Tante Yok berbalik sehingga aku tidak sempat untuk melepaskan aksesorisnya yang lain. Ia tersenyum dan berkata lembut penuh sayang padaku, "Nanti ada waktunya Barry, sekarang kita ciuman lagi yuk, Tante seneng dech dicium kamu...." Aku mengangguk dan Tante Yok segera kupegang kepalanya, mengarahkan mulutnya pada mulutku dan mulailah kami berciuman kembali. Kali ini lebih panas karena kami sudah setengah telanjang. Aku merasakan kulitnya yang mulus, punggungnya yang bersih dan tangannya menggerayangi dadaku, perut, pusar dan... agggh! tangan Tante Yok dengan nakalnya memegang batang kemaluanku dengan perantaraan celana dalamku dan terus meremasnya.
"Oooggh... Akkhh.. Eeennggkh... Barrryyy... Adduhh, besar ya.." Tante Yok mengerang, sementara aku kegelian karena Tante Yok meremasnya dengan sangat berpengalaman.
"Tante... aduh Tantee! Eenngkh..." aku mengerang. Tante Yok tertawa lagi dan mulai menciumku lagi dan kali ini aku nggak mau kalah dari dia, tanganku juga belajar menggerayangi tubuhnya. Aduh mak, perutnya kupegang, bulat besar mulus loh, pusarnya kukorek-korek, waktu pas mau kuremas dadanya, dia pegang tanganku dan dia melihatku, "Kalau mau pegang musti bisa cium Tante sampe Tante minta ampun dulu. Bikin Tante menjerit minta ampun sama Barry.." Tante Yok menantang. Langsung kali ini tanpa ragu aku pagut bibirnya dan mulai kukulum, kulumat dan kuhisap aroma mulutnya. Melumatnya panjang-panjang, kutarik lidahnya, kusedot air ludahnya. Tante Yok cuma mengerang biasa. Aku nggak mau nyerah, kupercepat frekuensi melumatnya, lidahku mulai kuulur hingga hampir sampai kerongkongannya. "Aaauuughhh..." Tante Yok menjerit, "Adduuhh... Barrryyyy, ampun... ookkhh." Ia menjerit keenakan dan kesenangan, dan dengan begitu aku mendapat pass untuk menggerayanginya.
Tante Yok tersenyum, dan dengan sedikit serak ia berkata, "Kamu benar-benar hebat Barry... Oom Rudi sendiri nggak bakal bisa menandingi kamu. Kamu pantas untuk menikmati susu Tante." Ia berdiri dan tangannya bergerak ke belakang, melepas tali BH-nya. Kemudian dia diam menunggu inisiatif dariku. Ia tersenyum manis dan dikedipkan sebelah matanya menggodaku. Aduh mak, aku gemetar saat itu, aku belum pernah melihat buah dada telanjang Tante Yok, dan memang aku impikan itu, tapi sekarang begitu Tante Yok mau kasih lihat aku jadi ngeri juga, tapi melihat senyumnya yang malam itu rasanya memabukkan, aku jadi berani.
Dengan deg-degan aku menarik tali BH yang sudah kendor itu dan melucutinya ke bawah diiringi dengan senyum yang menawan dari Tante Yok. Tante Yok membantu mempermudah pelepasan itu, dan entah ke mana BH itu terbang aku tidak peduli karena kini ada satu pemandangan indah yang selalu aku impikan. Buah dada telanjang milik Tante Yok. Buah dadanya ukurannya sedang, putingnya coklat agak kehitaman dan berkeriput, menonjol keluar. Buah dadanya tegak keras menanti untuk dikulum. Aku melihat kepada Tante Yok minta ijin dan dengan anggukan dan senyuman manis ia berkata, "Nikmati hakmu Barry sayang..." Aduh aku dipanggil sayang oleh Tante Yok. Keraguanku hilang dan dengan hati penuh geloraku mulai mengarahkan kepalaku ke dada Tante Yok.
Tante Yok membaringkan dirinya sehingga dengan leluasa aku mulai mendaki bukit Tante Yok. Bukit sebelah kanan mulai kujelajahi lereng-lerengnya sementara putingnya bergerak-gerak menggelitiki hidung, mata, dahi karena aku memutari lereng itu, dan pada puncaknya kuemut puting buah dada Tante Yok dan mulai mengulumnya, belajar untuk menghisapnya. Tante Yok menjerit kenikmatan, meneriakkan namaku berulangkali sambil terengah-engah seksi. Rasa putingnya itu manis-manis dan kenyal, sehingga aku terus mengulumnya sementara tanganku mengeksplorasi buah dada Tante Yok yang sebelah kiri. Kemudian dengan gerakan cepat aku berpindah ke puting susu Tante Yok yang sebelah kiri dan mulai mengulumnya kembali dengan penuh cinta dan nasfu birahi. Aku sungguh merasa beruntung mendapat kesempatan ini, aku selalu memimpikan Tante Yok dan kini aku telah berhasil menyetubuhinya meskipun aku belum tahu apakah aku bisa menikmati permainan cinta dengan Tante Yok ini sepenuhnya seperti yang Om Rudi perbuat.
Tak lupa kuciumi pula kedua ketiaknya yang sangat seksi dengan bulu-bulu hitam yang sangat lebat itu. Ketiaknya berbau harum dan bulu-bulunya yang keriting menggelitik hidungku. Ketika aku mulai menjilati ketiaknya, Tante Yok menggelinjang kegelian sambil mendesah-desah sambil menggigiti bibirnya dan kadangkala melenguh memanggil namaku. Sekitar 20 menit aku bermain dengan susu dan ketiak Tante Yok, lalu aku mencari mulut Tante Yok, aku rindu untuk mengulumnya kembali. Aku menggeser badanku dan kini aku mengangkangi Tante Yok, aku menindih Tante Yok. Tapi masih ada penghambat untuk masuk yaitu celana dalam kami berdua. Aku melihat wajahnya dan mulai mengulum bibirnya kembali. Tante Yok membalas dengan penuh semangat dan terus memelukku, memegangi kepalaku seolah takut terlepas. Ciuman penuh cinta itu kembali kami lakukan, saling menarik, mengulum, melempar ludah, menjilati rongga mulut, hingga rasanya aku tahu betul rasanya mulut Tante Yok.
"Barry, rasanya Tante rela kalau kamu Tante kasih seluruhnya, kamu memang pandai dan cepat belajar...." Tante Yok berbisik mesra padaku setelah kami berciuman selama hampir setengah jam sehingga nafas kami terengah-engah karena ciuman kami yang penuh birahi itu. "Maksud Tante apa?" aku bertanya sambil terus memandangi Tante Yok yang sudah memberikan segalanya buatku ini. "Tadinya Tante pikir cuma sampai di sini aja, cukup biar kamu tahu dan puas. Tapi Tante jadi sayang sama kamu Barry, rasanya kamu perlu diberi sampai selesai..." Tante Yok menjawab dengan lirih.
"Maksud Tante sampai...." belum selesai aku berbicara Tante Yok sudah mengulum mulutku lagi dengan penuh cinta, begitu lembut dan nikmat.
"Betul Barry... Tante pingin supaya kamu tahu diri Tante sampai yang sedalam-dalamnya, dan tahu gimana rasanya orang bersanggama."
"Oom Rudi gimana Tante?" aku bertanya.
"Yach, kamu nggak usah pikir itu, pokoknya tetap asal kamu janji diam, ini akan jadi rahasia kita berdua, mau?" Tante Yok melihat padaku. Aku diam, rasanya sih kepingin, aku memang sudah lama memimpikan untuk bersenggama dengan Tante Yok. Tapi setelah Tante Yok sendiri yang menawarkan, aku jadi ngeri dengan konsekuensinya.
Seolah tahu keraguanku, Tante Yok menciumku lagi dan mulai menggerayangiku lagi. Aku mulai memberikan balasan, namun Tante Yok tidak berlama-lama, Tante Yok mengangkangiku, menindihku dan langsung bergerak ke pangkal pahaku dan dengan cepat membuka benteng pertahananku, sehingga batang kemaluanku mencuat keluar dengan tegak. Aku terpesona oleh tindakan Tante Yok dan sebelum sadar sepenuhnya, Tante Yok mulai mengulum kemaluanku dengan mulutnya. Dia hisap dan dia sedot perlahan-lahan dan aku merasakan nikmat yang luar biasa, tak tahan aku untuk tidak menjerit, "Akkhh... aduhhh... hohkh... Yok... Yok... ookh.. Yok.. Yok sayang.. mmhhh... mokh Yoookk! Yoook !" Kini aku baru tahu kenapa Om Rudi suka mengajak Tante Yok ke Surabaya jika keadaan memungkinkan. Benar-benar luar biasa Tante Yok ini. Mulutnya yang ranum itu terus mengulum kemaluanku, menghisapnya dengan sangat ahli sambil sedikit diemut-emut dan digigit.
Tiba-tiba ia berhenti dan sebagai gantinya ia menjilati seluruh selangkanganku, pantatku dengan lidahnya. Setelah selesai ia naik menggeser tubuhnya di atasku. Oh, aku langsung menariknya dan langsung menghujani mulutnya dengan ciuman-ciuman birahi. Ia membalas dan kami kembali larut dalam kulum-kuluman itu. Mulut kami sudah saling mengerti, mulut Yok, mulut Barry.
Setelah nafas kami hampir habis dengan terengah-engah Tante Yok berkata, "Sekarang Barry... jilati selangkangan Tante yang.., Tante udah buat terhadap kamu... Ayo Barry jangan takut..." Tante Yok memintaku untuk mulai beraksi. Aku bangun dan mengamati tubuh Tante Yok dan aku agak ragu, ngeri. Aku melihat Tante Yok membuka pahanya, paha yang putih mulus dan menjadi santapan mataku (dan pria lain yang normal). Kini paha putih mulus itu cuma dibatasi selembar kain celana dalam dan di balik celana dalam itu menanti kenikmatan dunia untuk kureguk. Aku melihat kepada Tante Yok minta dukungannya, dan kembali Tante Yok tersenyum lembut bagai bidadari menguatkan hatiku. "Ayo Barry, tarik celana Tante, Tante bantu lepasin.."
Aku mulai menarik celana itu dan Tante Yok mengangkat pinggangnya yang besar itu untuk mempermudah melepas celananya. Celana itu sudah terbuka. Kini di hadapanku berbaring Tante Yok dalam keadaan 100% bugil, Tante Yok yang selalu menjadi impianku, kini berbaring telanjang bulat di hadapanku yang juga telanjang bulat. Pandangan mataku menggerayangi liang kemaluannya. Oh luar biasa! Di pangkal pahanya yang besar dan putih itu ada seonggok rambut hitam ikal dengan lebatnya memenuhi pangkal paha Tante Yok. Begitu lebatnya sehingga bulu-bulu itu tersebar hingga ke daerah sekitar bawah pusar Tante yok. Pusat onggokan bulu itu melindungi satu rongga yang tertutup seperti mulut dalam posisi berdiri. Darahku serasa berhenti berjalan melihat itu. "Barryyy... ayooo... cobain dong..!" Tante Yok memekik manja melihatku hanya diam saja. "Jilat Barry! Kamu pernah makan es krim kan, jilatin Barry... Ini es krim yang paling enak, Barry.." Tante Yok berkata membuatku semakin terpana.
Perlahan-lahan kepalaku mulai tunduk dan tanganku mengunci lutut Tante Yok dan kepalaku mulai merasuk melalui pahanya yang selalu kuidamkan itu. Oh pahanya mulus dan hangat, terus naik, terus naik, hingga akhirnya aku hampir tiba di tujuan dan ikatan tanganku pada dengkulnya lepas lalu dengan attraktif Tante Yok membuka kakinya dan mempersilakan aku untuk terus. Aku mulai mendaki dan mendaki hingga kini kepalaku menggantikan posisi celana dalam Tante Yok yang terbuang entah ke mana. Aku merasakan bulu-bulu halus menggelitikku, tapi aku nggak perduli. Selangkangan Tante Yok ini benar-benar luar biasa. Liang kemaluannya kuemut seperti aku makan es krim dan benar rasanya asin, berbau khas selangkangan, agak bau oleh cairan dari dalam kemaluannya, hangat dan basah. Kuemut terus dan tiba-tiba aku mendapatkan ide bahwa aku dapat mencium bibir bawah Tante Yok ini. Aku miringkan kepalaku dan kumulai mengaggresi lidahku masuk mulut bawah Tante Yok ini dan mulai mencicipi hangatnya kerongkongan Tante Yok ini.
Ada satu lidah panjang dan bulat berada pada rongga mulut Tante Yok dan tanpa pikir panjang aku segera menangkapnya, menjilatnya, menghisap dan mengulum serta menggigitinya dengan penuh cinta. Ternyata perbuatanku itu membuat Tante Yok bergelinjang dengan hebatnya membuat ciuman kami semakin masuk dan dengan tangannya ia menekan kepalaku untuk terus mencium mulutnya itu. Tante Yok sudah berteriak-teriak tanpa kendali, begitu liar tapi sangat merangsang dan membuat aku semakin bersemangat, "Baaryyy... Aaakkhh... Adduudduuhh.... Ooohhh! Barry! Barry! Barry... Ohhh... Barrr... haakghgg... sayanggg... Oohhh Barryyy sayanngg..." Begitu dia berteriak, sementara lidahnya makin aku mesrai dan kini lidah itu mengeluarkan ludah lendir yang hangat, agak asin dan agak berbau khas tapi justru di situ letak kenikmatannya.
Kuminum ludah itu, tapi tidak dapat kuminum semuanya sehingga sebagian mengalir membasahi daerah mulut dan hutan di selangkangan Tante Yok ini. Aku merasa belum puas, selangkangan Tante Yok ini selalu aku impi-impikan, aku selalu berpikir kalau Om Rudi belum pernah mencoba seperti aku ini, dia rugi. Selangkangan Tante Yok ini tidak ada tandingannya, nikmat tiada tara, lubang kemaluannya, klitorisnya, semuanya itu aku impikan dan sekaranglah kesempatan itu. Aku raup selangkangannya sekali lagi, kini tanpa ragu-ragu, kuhisap seluruhnya, kujilati seperti induk kucing menjilati anaknya. Bulu-bulu lebat liang kemaluannya sudah basah, mulut Tante Yok pun sudah becek dan licin.
Tiba-tiba Tante Yok memanggilku. Aku pun naik menemuinya.
"Kamu senang Barry? Kamu puas?" Tante Yok bertanya sambil tersenyum.
"Sangat.. Tanntee... Yok", jawabku terbata-bata.
"Luar biasa kamu, Oom Rudi pun nggak pernah bisa bikin Tante kayak begitu Barry. Sekarang setubuhi Tante ya... Barry siap?" Tante Yok mendesah dan memandangku dengan pandangan yang bisa membuat lelaki normal manapun serasa berada di kahyangan. Kini saat yang kuimpikan. Setelah puas menggerayangi tubuh Tante Yok kini tiba saatnya Tante Yok memberikan ijin untuk bersanggama dengannya. Sebelum aku dapat berkata-kata lebih lanjut, Tante Yok meneruskan omongannya, "Tapi kamu harus ingat, nanti waktu Barry masukin kemaluan Barry ke Tante, maka Barry boleh ucapkan selamat tinggal sama status perjaka Barry.." kata Tante Yok tersenyum mesra kepadaku.
"Kamu rela nggak kalo Tante yang melepas keperjakaan kamu?"
Lidahku saat itu kelu. Apa lagi yang dapat kukatakan? Memang itulah keinginanku selama ini. Aku sungguh-sungguh ingin diperjakai oleh Tante Yok, dan inilah kesempatanku. Aku hanya mengangguk-angguk dengan penuh semangat sambil menatap mata indah milik Tante Yok. Rupanya Tante Yok mengerti suasana, ia tersenyum lembut keibuan dan memelukku. Kemudian dia menciumku dengan mesra sambil berbisik pelan, "Jangan takut Barry, Tante juga bahagia sekali bisa membantu kamu menjadi lelaki dewasa. Kamu nggak akan menyesal sudah mengambil keputusan ini..." Lalu ia kembali menciumku dengan mesra dan mengulum lidahku dengan penuh nafsu.
Setelah itu Tante Yok mengambil posisi berbaring terelentang dan menyuruhku untuk mengangkanginya. Dengan kedua belah tangannya Tante Yok membantu batang kemaluanku untuk melakukan penetrasi sedangkan kedua tanganku berusaha menahan bobot tubuhku supaya tetap ada jarak. "Ohhhhh..." dengan bantuan Tante Yok batang kemaluanku menemukan jalan dan bles! kemaluanku tenggelam dalam selangkangan Tante Yok tanpa ampun lagi. Baik aku dan Tante Yok menjerit kesenangan dan keenakkan. Betul-betul enak, aku nggak pernah bayangkan bahwa bersenggama dengan perempuan begini enak, pantas saja begitu banyak orang ngebet kepengin kawin. Rasanya seluruh badanku jadi badan dia dan seluruh badan Tante Yok jadi badanku. Kami jadi satu tubuh dan berpadu seolah-olah kami tidak dapat terpisahkan lagi. Tubuh Tante Yok bergerak liar, pinggulnya menari-nari sementara badanku menjadi terayun-ayun bagai ayunan. Aku menusuk Tante Yok dan menggenjotnya untuk mengimbangi tariannya.
"Tannntee.. Yyoookk.. gimana.. audhdhu... nich... Tannttee Yyyookk.. aku mau keluar... adduhh...." aku menjerit cemas tatkala tahu bahwa aku tidak dapat mengontrol lagi kehendak batang kemaluanku. Tapi dalam erangannya Tante Yok malah mengencangkan ikatan selangkangannya sehingga kami tidak mungkin lagi terpisah karena pahanya mengunci pahaku, "Hh... hh.. hh.. hh.. Ahhh... biar Barry.... biar Yang.. biaaarrrhhh... oooaaghhh..." Tante Yok mendesis hebat dan aku pun merasakan gelombang itu datang. Tante Yok memelukku erat dan aku pun memeluknya erat-erat. Kami takut terpisah. Kami berciuman dengan panas dan gelombang itu datang melanda kami berdua. Aku menyemprotkan spermaku di dalam liang kemaluan Tante Yok. Tante Yok berteriak kesenangan dan keenakkan demikian juga aku. Oohh, klimaks yang kuimpikan itu terjadi.
Aku telah menyetubuhi Tante Yok, tanpa kecuali dan aku bahagia dan aku yakin Tante Yok pun bahagia. Ia mengucapkannya berkali-kali sambil mendesah di telingaku. Kami tertidur tanpa saling melepaskan tubuh kami. Kami tidur berperlukan dan tetap dalam posisi senggama kami, sementara hujan masih cukup deras di luar. Aku memeluk Tante Yok dan kepalanya bersandar di dadaku sepanjang malam yang indah ini. Aku melihat Tante Yok tidur dalam pelukanku sambil tersenyum, membuatku bertambah bahagia karena telah memberikan kebahagiaan juga kepada Tante Yok. Malam ini aku telah menjadi lelaki dewasa, dan Tante Yok lah yang melepaskan keperjakaanku. Dan aku tidak menyesal dengan keputusanku karena aku memang menginginkan bersanggama dengan Tante Yok dan memang sungguh-sungguh berharap bahwa dialah yang memperjakaiku. Pengalaman pertamaku ini akan selalu kuingat.
TAMAT
Oleh: panas69_2000@yahoo.com |
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar