(kausembunyikan air terjun
di lipat lembah - berdentum)
kita sama-sama mesti jalani
hawa beruap tepian ladang wortel
dingin kadang menyekap
keberanian kita buat bertikai
dan malam yang berdiang tanpa aku-engkau
seperti ditelan dongeng-dongeng:
betapa sebuah percakapan!
tidurnya pun tiada mimpi. aku terbangun
dengan ingin menuliskan yang lain
kabut-matahari, perahu-telaga dan remah roti
berderaian seperti nyanyimu. kita terus berjejak
dan membacai papan nama: bahwa rumah ini
tak senantiasa puisi
(kita naik. menyetapaki
kelokan demi kelokan)
Yogya, 1992
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar