Bukti Cinta Sejati Dua Insan yang Berbeda di Pulau Kemaro

Bookmark and Share
Prasasti legenda di Pulau Kemaro, Palembang.

Bukti Cinta Sejati Dua Insan yang Berbeda di Pulau Kemaro - Salah satu wisata favorit di Provinsi Sumatera Selatan atau Palembang adalah wisata kuliner yang biasanya berupa olahan ikan seperti pempek, kerupuk hingga ikan pindang. Tidak lengkap kalau sampai meninggalkannya tanpa membelinya sebagai buah tangan. Tetapi ada salah satu wisata yang sangat populer khususnya menjelang Cap Go Meh dan hari besar umat
tionghoa lainnya yakni wisata religi ke Pulau Kemaro.

Alkisah, ada legenda seorang putri raja bernama Siti Fatimah yang disunting oleh seorang saudagar Tionghoa yang bernama Tan Bun An pada zaman kerajaan Palembang. Siti Fatimah diajak ke daratan Tiongkok (Cina) untuk melihat orang tua Tan Bun An. Setelah disana beberapa waktu Tan Bun An beserta Siti Fatimah pamit pulang ke Palembang dan dihadiahi tujuh buah guci. Sesampai di perairan musi dekat pulau kemaro, Tan Bun An melihat isi hadiah yang diberikan. Begitu dibuka, Tan Bun An kaget sekali karena guci guci tersebut hanya berisi sawi
asin. Tanpa banyak berpikir langsung dibuangnya ke sungai, tapi guci yang terakhir terjatuh dan pecah diatas dek perahu layar. Ternyata ada hadiah lain yang tersimpan di dalamnya. Tanpa banyak berpikir lagi Tan
Bun An melompat ke sungai untuk mencari guci guci tadi. Turut serta seorang pengawal yang ikut terjun membantu Tan Bun An. Tetapi setelah ditunggu tunggu, keduanya tidak muncul lagi. Siti Fatimah yang sedih
melihatnya juga turut melompat ke sungai. Tapi pada akhirnya ketiga tiganya tidak pernah muncul kembali. Penduduk sekitar pulau sering mendatangi pulau kemaro untuk mengenang mereka dan sejak itu pulau ini
dianggap keramat. Selain legenda pulau kemaro tersebut, banyak juga rumor yang beredar bahwa pulau ini merupakan jelmaan dari pasangan muda mudi berbeda agama yang bunuh diri karena tidak direstui hubungannya oleh orang tua.Tetapi rumor lain mengatakan jika berdoa dengan sungguh sungguh di
pulau ini, maka kelak akan mendapatkan jodoh yang diinginkan.Kebetulan, di pulau ini terdapat sebuah pohon besar yang dipercaya dapat mengabulkan permohonan jodoh kita. Pasangan muda mudi menuliskan
nama mereka dan pasangan di pohon ini sambil berdoa bahwa mereka benar benar adalah pasangan yang telah ditentukan. Tetapi mulai tahun ini, pohon ini telah diberi pagar sehingga tidak ada lagi orang yang dapat
mencoret coretnya. Selain itu salah satu icon selain kelenteng adalah pagoda dengan 9 lantai. Sayangnya tidak diizinkan untuk menaikinya.


Terlepas dari segala mitos dan legenda pulau kemaro, saya dan teman teman dari Jambi berencana melihatnya langsung dengan mata kepala sendiri pada peringatan hari cap go meh yang jatuh pada tanggal 4
Februari silam. Antrian panjang dan kemacetan adalah hal lumrah yang terjadi tiap tahun. Jalan darat yang ditempuh dari tengah kota palembang harusnya dapat dicapai dalam waktu 30 menit saja molor hingga
3 jam lamanya. Tetapi ini tidak membuat para pengunjung patah semangat. Kepadatan pengunjung telah tampak mulai dari sore hari hingga menjelang dini hari. Disarankan jika ingin berkunjung datanglah pada pagi hari atau siang hari. Puncak acara diadakan menjelang tengah malam. Parkiran mobil penuh sesak dengan mobil yang justru didominasi dari plat luar daerah seperti jambi, pekanbaru hingga yang datang dari pulau jawa. Atribut serta banner selamat hari raya Cap Go Meh ada dimana mana. Warna merah juga tampak sangat dominan menyelimuti seisi pulau.

Banjirnya pengunjung dimanfaatkan oleh banyak pihak. Salah satunya untuk meraup rezeki dari para pengunjung. Ada pedagang yang menjual makanan dan minuman, alat sembahyang, pulsa, hewan hewan untuk dilepaskan (berupa burung, dipercaya dapat membawa rezeki), hingga pakaian dan souvenir khas palembang. Para pengemis juga tidak mau kalah.Mereka berharap belas kasih pengunjung. Untungnya mereka telah ditertibkan di satu pojok dan tidak berkeliaran di sepanjang jalan. Pihak pengelola tahun ini pun nampak lebih siap dengan serangan ribuan pengunjung. Jika di tahun kemarin akses menuju pulau harus ditempuh dengan menyewa perahu kecil, maka tahun ini telah disiapkan semacam jembatan penghubung dari besi. Sayangnya masih dapat dilihat sampah yang bertebaran di mana mana serta antrian panjang di kamar kecil. Semoga saja tahun tahun berikutnya pengelolaan akan lebih baik lagi sehingga wisata religi ini dapat terus mempopulerkan Palembang.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar